Pemblokiran Situs Media Islam Dinilai Tindakan "Terorisme Negara"

Postingan Berkaitan


Pemblokiran Situs Media Islam Dinilai Tindakan "Terorisme Negara"

Anggota Majelis Pustaka dan Informasi Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Mustofa B Nahrawardaya  menilai pemblokiran situs media Islam
oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) atas permintaan dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) itu kecenderungan langkah-langkah mendekati “terorisme negara”.
“Dimana langkah-langkah tekanan semacam itu menimbulkan kejustruan-kejustruan baru yang terjadi di umat Islam, karena melakukan tindakan dulu baru menanyakan atau menyatakan alasannya. Itu kan terbalik tah? Harusnya mengkaji lebih dulu baru kemudian melakukan tindakan,” ujar Mustofa kepadahidayatullah.com di Jakarta.
Dari situ, Mustofa menyampaikan jika Negara atau pemerintah selama ini belum pernah memanggil media-media atau pihak yang besangkutan. Sementara, untuk mendirikan portal-portal media tersebut tentu tidak mudah, harus ada syarat-syarat yang harus dipenuhi seperti, alamat, KTP bahkan NPWP.
“Selama media itu ada pengelolanya, tidak boleh langsung begitu saja diblokir atau ditutup. Harus dipanggil terlebih dulu pengelola atau manajemennya. Apakah benar bahwa media tersebut radikal atau tidak. Lha ini, tau-tau kok diblokir. Itu namanya terorisme Negara,” ujar Mustofa yang juga Koordinator Indonesian Crime Analyst Forum (ICAF) ini.
Menurut Mustofa kasus pemblokiran tersebut, negara meneror masyarakat yang sedang melaksanakan undang-undang dan hukum yang berlaku bernama kebebasan pers.
“BNPT dan Kemenkominfo saya pastikan tuh, selama ini tidak pernah memanggil media-media tersebut sebelum melakukan pemblokiran, untuk melakukan langkah-langkah negoisasi atau pendekatan-pendekatan untuk membicarakan rencana pemblokiran. Saya rasanggak pernah ada seperti itu,” tegas Mustofa.
Masih menurut Mustofa, berbeda dengan pemblokiran situs-situs porno yang tidak ada pengelolanya yang memunculkan wajahnya. Jika pun ada mereka pasti akan merasa malu sebab itu perbuatan buruk dan negatif. Sementara, lanjutnya, situs-situs Islam itu terbuka, ada pengelola dan manajemennya yang jika dipanggil pasti ada yang hadir.
“Jangan disamakan antara situs porno dengan situs Islam. Untuk situs porno bisa langsung diblokir karena memang tidak ada pengelolanya yang bisa mempertanggung jawabkan,” tegas Mustofa.
Mustofa menilai “terorisme Negara” seperti itu adalah tindakan jahat yang dalam sejarahnya baru terjadi sekarang ini. Sebab, belum pernah terjadi pada era presiden-presiden sebelumnya.
Selain itu, tindakan tersebut juga sangat berbahaya bagi masyarakat. Sebab, negara yang memiliki infra struktur jelas, anggaran, hukum dan undang-undang sewaktu-waktu bisa meneror bahkan membunuh tanpa harus mengungkapkan jika ingin membunuh.
“Sebab mereka (negara.red) yang memiliki diskresi,” ungkap Mustofa yang juga sebagai peneliti terorisme.
Diskresi sendiri menurut Mustofa yaitu melakukan suatu langkah hukum atau menetapkan sebuah kebijakan tanpa meminta pertimbangan pada lembaga atau pihak yang berkepentingan.
“Hal itu sangat berbahaya, Negara melakukan diskresi tanpa pertimbangan apapun dan tanpa melakukan pendekatan-pendekatan, misal; menambak mati, menutup pesantren, merobohkan masjid, memblokir situs dan lain sebagainya. Bahkan jika dibiarkan terus bisa jadi menutup Muhammadiyah ataupun NU,” pungkas Mustofa.*
Menurut Mustofa kasus pemblokiran tersebut, negara meneror masyarakat yang sedang melaksanakan undang-undang dan hukum yang berlaku bernama kebebasan pers.*

Rep: Ibnu Sumari
Editor: Cholis Akbar




Demikianlah Artikel Pemblokiran Situs Media Islam Dinilai Tindakan "Terorisme Negara"

Sekianlah artikel Pemblokiran Situs Media Islam Dinilai Tindakan "Terorisme Negara" kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel Pemblokiran Situs Media Islam Dinilai Tindakan "Terorisme Negara" dengan alamat link https://www.liputanglobal.com/2015/04/pemblokiran-situs-media-islam-dinilai.html
Share on Google Plus

.